M.O.M's Annual Brunch Group

Pada awal tahun 2025, ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah Presiden AS, Donald Trump, memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% pada semua impor dari China. Langkah ini diambil dengan alasan untuk menekan aliran fentanil yang terkait dengan tingginya angka kematian di AS.

EL PAÍS

Sebagai tanggapan, China mengumumkan akan mengenakan tarif tambahan hingga 15% pada beberapa barang AS dan membatasi ekspor ke 15 perusahaan AS mulai 10 Maret 2025.

Selain itu, China juga mengenakan tarif tambahan 15% terhadap batu bara dan gas alam cair (LNG) dari AS, serta bea masuk 10% pada sejumlah komoditas lainnya.

Dalam menghadapi situasi ini, China mulai mengalihkan fokus perdagangan dan investasinya ke negara-negara lain untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah dengan memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara anggota BRICS. Pada tahun 2024, empat negara baru bergabung dengan BRICS, yaitu Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Selain itu, BRICS juga memiliki delapan negara mitra, termasuk Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Uganda, dan Uzbekistan.

Indonesia, sebagai bagian dari ASEAN, juga menjadi mitra dagang utama bagi China. Pada Januari 2025, Indonesia mengekspor barang senilai 4,57 miliar dolar AS ke China, sementara nilai impor dari negara tersebut mencapai 6,34 miliar dolar AS.

Selain itu, Indonesia dan China menandatangani perjanjian Bilateral Economic and Trade Cooperation (BETC) di sela-sela KTT G20, yang menandai babak baru peningkatan kerja sama bilateral antara kedua negara.

FTACENTER

Selain memperluas jaringan perdagangan internasional, China juga berfokus pada pengembangan teknologi domestik melalui inisiatif "Made in China 2025". Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri di sektor-sektor kunci seperti kecerdasan buatan, robotika, dan teknologi tinggi lainnya, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor teknologi dari negara lain.

Dengan strategi diversifikasi mitra dagang dan peningkatan kapasitas teknologi domestik, China berupaya untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya di tengah tekanan perang dagang dengan AS. Langkah-langkah ini menunjukkan adaptasi China terhadap dinamika perdagangan global yang berubah dan tekadnya untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.